1.
Konsep
a.
Pengertian Ijarah
Secara etimologi,
Al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah al-iwadh
yang artinya ganti dan upah. Sedangkan menurut termonologi Ijarah adalah akad
penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam
waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan
pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir)
tanpa didikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.
Ijarah adalah akad antara bank (mu’ajjir) dengan nasabah (mutta’jir)
untuk menyewa suatu barang/objek sewa milik bank dan bank mendapat imbalan jasa
atas barang yang disewanya, dan diakhiri dengan pembelian obyek sewa oleh nasabah.
Sedangkan para
ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan Ijarah, berikut ini adalah beberapa
pendapat para ulama dalam mendefinisikan ijarah adalah sebagai berikut:
1.
Ulama
Asy-Syafi’iyah
“akad atas
suatu kemanfaat yang mengandung maksudtertentu dan mubah, serta menerima
pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu”.
2.
Ulama
Hanafiyah
“ akad untuk
membolehkan pemilikan manfaat yang
diketahui dan disengaja dari suatu zat
yang disewa dengan imbalan”.
3.
Ulama
Malikiyah
“ nama bagi
akad-akad untuk kemanfaatan yang
bersifat manusia dan untuk sebagian yang
dapat dipindahkan”.
4.
Ulama
Malikiyah dan Hanabilah
“ menjadikan
milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti.
5.
Menurut
Sayyid Sabiq bahwa Ijarah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan
jalan penggantian.
6.
Menurut kelompok kami :
Ijarah adalah pengambilan suatu manfaat dengan jalan tertentu atau
pengambilan manfaat dengan jalan sewa.
Ada yang
menerjemahkan, ijarah sebagai jual beli jasa ( upah-mengupah), yakni mengambil
manfaat tenaga manusia, ada pula yang menerjemahkan sewa menyewa. Yakni
mengambil manfaat dari barang.Menurut jumhur ulama fiqh bahwa Ijarah adalah
menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya.Oleh
karena itu, mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk
diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, sebab itu semua bukan manfaatnya
tetapi bendanya.
b.
Rukun dan Syarat Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah
ijab dan qabul, antara lain dengan menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti’jar,
al-iktira, dan al-ikra
Adapun menurut Jumhur ulama, rukun ijarah ada
empat, yaitu:
1.
Aqid
(orang yang akad)
2.
Shigat
akad
3.
Ujrah
(Upah)
4.
Manfaat
c.
Syarat Ijarah
1.
Kedua orang yang berakad
harus baligh dan berakal
2.
Menyatakan kerelaannya
untuk melakukan akad ijarah
3.
Manfaat yang menjadi objek
ijarah harus diketahui secara sempurna
4.
Objek ijarah boleh
diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat
5.
Objek ijarah sesuatu yang
dihalalkan oleh syara’ dan merupakan sesuatu yang bisa disewakan
6.
Yang disewakan itu bukan
suatu kewajiban bagi penyewa
7.
Upah/sewa dalam akad harus
jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta.
o Syarat sah
Ijarah
Keabsahan ijarah sangat berkaitan dengan aqid
(orang yang akad), ma’qud alaih (barabg yang menjadi akad), ujrah (upah), dan
zat akad (nafs al-akad), yaitu:
a.
Adanya keridaan dari kedua pihak yang akad
Syarat ini didasarkan pada firman Allah SWT yang artinya:
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh
dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
[287] Larangan
membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab
membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu
kesatuan.
Ijarah dapat dikategorikan jual
beli, sebab mengandung unsure pertukaran harta.Syarat ini berkaitan dengan
aqid.
b.
Ma’qud alaih
bermanfaat dengan jelas
Adanya kejelasan pada maqud alaih
(barang) menghilangan pertentangan
diantara aqid.
Di antara cara untuk mengetahui
maqud alaih (barang) adalah dengan menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu,
atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atasa pekerjaan atau jasa
seseorang
d.
Objek Ijarah
Objek ijarah adalah berupa
barang modal yang memenuhi ketentuan, antara lain:
1.
objek ijarah merupakan
milik dan/atau dalam penguasaan perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir);
2.
manfaat objek ijarah harus
dapat dinilai;
3.
manfaat objek ijarah harus
dapat diserahkan penyewa (musta’jir);
4.
pemanfaatan objek ijarah
harus bersifat tidak dilarang secara syariah (tidak diharamkan);
5.
manfaat objek ijarah harus
dapat ditentukan dengan jelas;
6.
spesifikasi objek ijarah
harus dinyatakan dengan jelas, antara lain melalui identifikasi fisik,
kelayakan, dan jangka waktu pemanfaatannya.
e.
Sifat dan Hukum akad Ijarah
1.
Sifat Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah, ijarah adalah akad
lazim yang didasarkan pada firman Alloh Swt : yang boleh dibatalkan. Pembatalan
tersebut dikaitkan pada asalnya, bukan didasarkan pada pemenuhan akad.
Sebaliknya, jumhur ulama berpendapat bahwa
ijarah adalah akad lazim yang tidak dapat dibatalkan, kecuali dengan adanya
sesuatu yang merusak pemenuhanya, seperti hilangnya manfaat.Jumhur ulamapun
mendasarkan pendapatkan pada ayat Al-Quran di atas.
Berdasarkan dua pandangan diatas, menurut ulama
Hanafiyah, ijarah batal dengan meninggalnya salah seorang yang akad dan tidak
dapat dialihkan kepada ahli waris.Adapun menurut jumhur ulama, ijarah tidak
batal, tetapi berpindah kepada ahli warisnya,
2.
Hukum Ijarah
Hukum
ijarah sahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa, dan tetapnya upah bagi
pekerja atau orang yang menyewakan ma’qud alaih, sebab ijarah termasuk jual
beli pertkaran, hanya saja dengan kemanfaatan.
Adapun
hukum ijarah rusak, menurut ulama hanafiyah, jika penyewa telah mendapatkan
manfaat tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari
kesepakatan pada waktu akad
Para ulama Fiqh berbeda
pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat mengikat kedua belah pihak
atau tidak. Ulama Hanafiah berpendirian bahwa akad ijarah bersifat mengikat,
tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu
pihak yang berakad, seperti contohnya salah satu pihak wafat atau kehilangan
kecakapan bertindak hukum. Apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia,
akad ijarah batal karena manfaat tidak boleh diwariskan.
Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat
mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Apabila
seorang yang berakad meninggal dunia, manfaat dari akad ijarah boleh diwariskan
karena termasuk harta dan kematian salah seorang pihak yang berakad tidak
membatalkan akad ijarah.
f.
Upah dalam pekerjaan ibadah
Upah dalam
perbuatan ibadah seperti shalat, puasa, haji dan membaca al-quran
diperselisihkan kebolehanya oleh para ulama, karena berbeda cara pandang
terhadap pekerjaan-pekerjaan ini.
Madzhab Hanafi
berpendapat bahwa ijarah dalam perbuatan taat seperti menyewa orang lain untuk
shalat, puasa, haji dan membaca al-quran yang pahalanya dihadiahkan kepada
orang tertentu, seperti kepada arwah ibi bapak dari yang menyewa, azan, qomat
dan menjadi imam, haram hukumnya megambil upah dari pekerjaan tersebut karena
Rasululloh SAW bersabda “ Bacalah olehmu al-quran dan jangan kamu cari makan dengan jalan itu.
Hal yang
terjadi di beberapa Negara di Indonesia, apabila salah seorang muslim meninggal
dunia, maka orang-orang yang di tinggal mati (keluarga) suka memerintah kepada
para santri ata yang lainya yang pandai membaca al-quran dirumah atau di
kuburan secara bergantian selama tujuh malam bila yang meninggal sudah dewasa
dan ada pula bagi orang-orang tertentu mencapai empat puluh malam. Setelah
selesai pembacaan al-qurabn pada waktu yang telah ditentukan mereka diberi
upah, mereka diberi upah alakdarnya dari jasanya tesebut. Pekerjaan seperti ini
batal menurut hokum islam karena yang membaca al-quran bila bertujuan untuk
memperoleh harta maka tak ada pahalanya.
g.
Menyewakan barang sewaan
Mustajir
dibolehkan menyewakan lagi barang sewaanya kepada orang lain dengan syarat penggunaan
barang itu sesuai dengan syarat penggunaan yang dijanjikan ketika akad, seperti
penyewaan seekor kerbau, ketika akad dinyatakan bahwa kerbau itu disewa untuk
membajak di sawah, kemudian kerbau tersebut disewakan lagi dan timbul mustajir
kedua, maka kerbau itu pun harus dugunakan untuk membajak pula.
Bila
ada kerusakan pada benda yang disewa, maka yang bertanggun g jawab adalah
pemilik barang (mu’jir) dengan syarat kecelakaan itu bukan akibat dari elalaian
musta’jir.Bila kerusakan benda yang disewa akibat kelalaian musta’jir maka yang
bertanggung jawab adalah murtajir itu senadiri, misalnya menyewa mobil,
kemudian mobil itu hilang dicuri karena disimpan bukan pada tempat yang layak.
h.
Pembatalan dan berakhirnya Ijarah
Ijarah
adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan adnya faskh pada
salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila
didapati, kecuali bila didapati hal-hal yang mewajibkan fasakh.
Ijarah
akan menjadi batal (fasakh) bila ada hal-hal sebagai berikut:
1.
Rusaknya
barang yang di sewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan sebagainya
2.
Terjadinya
cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan menyewa
3.
Terpenuhinya
manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya
pekerjaan
4.
Rusaknya
barang yang diupahkan, seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan
5.
Menurut
Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak, seperti yang menyewa toko
untuk dagang, kemudian daganganya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan
memfasakhkan sewaan itu.
i.
Pengembalian sewaan
Jika
ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan baranmg sewaan, jika
barang itu dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya, dan jika
bentuk barang sewaan adalah benda tetap, ia wajib menyerahkan kembali dalam
keadaan kosong, jika barang sewaan itu tanah, ia wajib menyerahkan kepada
pemiliknya dalam keadaan kosong dari tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk
menghilangkannya.
Madzhab
hanbali berpendapat bahwa ketika ijarah telah berakhir, penyewa harus
melepaskan barang sewaan dan tidak ada kemestian mengembalikan untuk
menyerahterimakan, seperti barang titipan.
2.
Dasar Hukum Ijarah
a.
Al-Quran
Allah swt
berfirman :
Artinya
:“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikanlah
kepada mereka upahnya.” (QS Ath-Thaalaq: 6).
Artinya
:“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, Ya Bapakku ambillah ia
sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang peling
baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat
dipercaya.” (QS Al-Qashash: 26).
artinya
:“Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir
roboh, maka Khidr menegakkan dinding itu, Musa berkata, Jikalau kamu mau,
niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” (QS Al-Kahfi: 77).
b.
As-Sunnah
o Dari Aisyah ra, dia berkata “Nabi saw bersama Abu
Bakar ra pernah mengupah seorang laki-laki dari Bani Dail sebagai penunjuk
jalan yang mahir. Al-Khirrit ialah penunjuk jalan yang mahir.” (Shahih: Irwa-ul
Ghalil no: 1409 dan Fathul Bari IV: 442 no: 2263).
o Hadis
riwayat Abd.Razaq dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabda:
Artinya : Barangsiapa yang mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.
Artinya : Barangsiapa yang mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.
Hadis riwayat
Abu Dawud dari Saad bin Abi Waqqash, bahwa Nabi Muhammad saw.
Bersabada :
Artinya: Kami
pernah menyewakan tanah dengan (bayaran)hasilpertaniannya, maka Rasulullah
melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya
dengan emasdan perak
Hadis riwayat
Tirmizi dari Amr bin Auf, bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabada :
Artinya :
Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang
mengharamkan
c. Menurut Ijma Ulama
Ijma ulama
tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa.
Kaidah fiqh
Artinya
: Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Kaidah fiqh
Artinya: Menghindarkan mafsadat (kerusakan/bahaya) harus
didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.
d. Fatwa DSN MUI
FATWA DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang
PEMBIAYAAN IJARAH
|
Jumat, 26
Maret 2010 15:34
|
Ketentuan
hukum dalamFATWA DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang PEMBIAYAAN
IJARAH
ini adalah
sebagai berikut :
Pertama
: Rukun dan Syarat Ijarah:
1.
Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang
berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
2.
Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan
penyewa/pengguna jasa.
3.
Obyek akad ijarah adalah :
a. manfaat barang dan sewa; atau
b. manfaat jasa dan upah.
Kedua
: Ketentuan Obyek Ijarah:
1.
Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
2.
Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam
kontrak.
3.
Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
4.
Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
5.
Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah
(ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6.
Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya.
Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7.
Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS
sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual
beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
8.
Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang
sama dengan obyek kontrak.
9.
Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat
diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Ketiga
: Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
1.
Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
a.
Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan
b.
Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c.
Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
2.
Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
a.
Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang
serta menggunakannya sesuai kontrak.
b.
Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).
c.
Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang
dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam
menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Keempat
: Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya
dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
|
3.
Aplikasi akad Ijarah
a. Ijarah Bai Ut Takriji
Ijarah
Bai Ut Takjiri adalah pembiayaan berdasarkan prinsip sewa beli.Pembiayaan ini
sesuai untuk Anda yang menginginkan tambahan asset yang diperoleh melalui sewa
yang pada akhirnya bertujuan untuk pengalihan kepemilikan asset tersebut kepada
Anda.
Pembiayaan Ijarah
Dalam produk ijarah akan ditawarkan 2 (dua)
jenis produk yang sangat cocok dengan kebutuhan msayarakat saat ini yaitu:
- Ijarah Bai Ut Takjiri - Ijarah Musyarakah
Muntanaqisah.
Ijarah Bai Ut Takjiri
Produk
Ijarah ini, suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Produk ini
ditawarkan untuk memberikan pelayanan kepada nasabah yang memerlukan asset yang
diperoleh melalui sewa yang pada akhirnya bertujuan untuk pemindahan
kepemilikan asset tersebut kepada penyewa, yang lebih dikenal sebagai
"Ijarah Muntahia Bittamliik/ Ijarah Wa Iqtina". Yang pada intinya
produk ini adalah dengan prinsip sewa beli, dimana harga sewa dan harga beli
ditetapkan bersama diawal perjanjian.
SKEMA
PEMBIAYAAN IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIIK
1. Nasabah
memesan untuk menyewa barang kepada Bank.
2. Bank
membeli dan membayar barang kepada Supplier.
3. Supplier
mengirim barang kepada Nasabah.
4. Nasabah
membayar sewa kepada Bank.
5. Masa
sewa diakhiri dengan nasabah membeli barang tersebut.
b. Ijarah Musyarakah Muntanaqisah
Dalam produk ini ditawarkan kepada nasabah yang ingin memiliki suatu asset dengan jalan membayar secara bertahap. Oleh karena yang bersangkutan hanya memiliki dana sebagian, maka ditempuh dengan jalan bermusyarakah dengan Bank.
Dalam produk ini ditawarkan kepada nasabah yang ingin memiliki suatu asset dengan jalan membayar secara bertahap. Oleh karena yang bersangkutan hanya memiliki dana sebagian, maka ditempuh dengan jalan bermusyarakah dengan Bank.
Disepakati
antara Bank dengan nasabah untuk berkongsi dengan menyertakan modal
masing-masing sesuai dengan yang disepakati untuk membeli suatu asset.Asset
tersebut kemudian disewakan kepada nasabah dengan harga sewa yang disepakati.
Oleh karena pihak nasabah bermaksud memiliki asset tersebut pada akhir sewa
maka nasabah tidak mengambil bagian dari uang sewa tersebut dan seluruhnya
diserahkan kepada Bank sebagai upaya penambahan modal miliknya, dengan demikian
semakin banyak angsuran semakin bertambah modal nasabah dan semakin berkurang
modal Bank sampai modal bank menjadi Nol/nihil sehingga asset tersebut menjadi
milik nasabah.
Produk ini akan diaplikasikan kepada pembiayaan
kepemilikan rumah (sebagai alternatif dari KPR).
4.
Kesimpulan
Ijarah merupakan penjualan manfaat yaitu pemindahan hak guna
(manfaat) atas suatu barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Lembaga keuangan perbankan lebih banyak menggunakan ijarah
al-muntahia bittamlik lantaran lebih sederhana dari sisi pembukuan.Selain itu,
bank tidak direpotkan untuk mengurus aset.
Letak perbedaan antara ijarah, leasing dan murabahah adalah
terletak pada objek transaksinya.Ijarah objek transaksinya adalah berupa jasa,
sedangkan leasing dan murabahah objeknya adalah berupa barang.
Ijarah Muntahiya Bi al-Tamlik (IMBT) adalah kepemilikan suatu
manfaat (jasa) berupa barang yang jelas dalam tempo waktu yang jelas, diikuti
dengan adanya pemberian kepemilikan suatu barang yang bersifat khusus dengan
adanya ganti yang jelas.
No comments:
Post a Comment