Wednesday, April 4, 2012

Ijarah


1.   Konsep
a.   Pengertian  Ijarah
Secara etimologi, Al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah al-iwadh yang artinya ganti dan upah. Sedangkan menurut termonologi Ijarah adalah akad penyaluran dana untuk pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), antara perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (mu’ajjir) dengan penyewa (musta’jir) tanpa didikuti pengalihan kepemilikan barang itu sendiri.
Ijarah adalah akad antara bank (mu’ajjir) dengan nasabah (mutta’jir) untuk menyewa suatu barang/objek sewa milik bank dan bank mendapat imbalan jasa atas barang yang disewanya, dan diakhiri dengan pembelian obyek sewa oleh nasabah.
Sedangkan para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan Ijarah, berikut ini adalah beberapa pendapat para ulama dalam mendefinisikan ijarah adalah sebagai berikut:
1.     Ulama Asy-Syafi’iyah
“akad atas suatu kemanfaat yang mengandung maksudtertentu dan mubah, serta menerima pengganti atau kebolehan dengan pengganti tertentu”.
2.     Ulama Hanafiyah
“ akad untuk membolehkan pemilikan  manfaat yang diketahui  dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan”.
3.     Ulama Malikiyah
“ nama bagi akad-akad untuk kemanfaatan  yang bersifat manusia dan untuk sebagian  yang dapat dipindahkan”.
4.     Ulama Malikiyah dan Hanabilah
“ menjadikan milik suatu kemanfaatan yang mubah dalam waktu tertentu dengan pengganti.
5.     Menurut Sayyid Sabiq bahwa Ijarah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
6.     Menurut kelompok kami :
Ijarah adalah pengambilan suatu manfaat dengan jalan tertentu atau pengambilan manfaat dengan jalan sewa.
Ada yang menerjemahkan, ijarah sebagai jual beli jasa ( upah-mengupah), yakni mengambil manfaat tenaga manusia, ada pula yang menerjemahkan sewa menyewa. Yakni mengambil manfaat dari barang.Menurut jumhur ulama fiqh bahwa Ijarah adalah menjual manfaat dan yang boleh disewakan adalah manfaatnya bukan bendanya.Oleh karena itu, mereka melarang menyewakan pohon untuk diambil buahnya, domba untuk diambil susunya, sumur untuk diambil airnya, sebab itu semua bukan manfaatnya tetapi bendanya.
b.   Rukun dan Syarat Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah, rukun ijarah adalah ijab dan qabul, antara lain dengan menggunakan kalimat: al-ijarah, al-isti’jar, al-iktira, dan al-ikra
Adapun menurut Jumhur ulama, rukun ijarah ada empat, yaitu:
1.     Aqid (orang yang akad)
2.     Shigat akad
3.     Ujrah (Upah)
4.     Manfaat
c.    Syarat Ijarah
1.     Kedua orang yang berakad harus baligh dan berakal
2.     Menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah
3.     Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna
4.     Objek ijarah boleh diserahkan dan dipergunakan secara langsung dan tidak bercacat
5.     Objek ijarah sesuatu yang dihalalkan oleh syara’ dan merupakan sesuatu yang bisa disewakan
6.     Yang disewakan itu bukan suatu kewajiban bagi penyewa
7.     Upah/sewa dalam akad harus jelas, tertentu dan sesuatu yang bernilai harta.
o  Syarat sah Ijarah
Keabsahan ijarah sangat berkaitan dengan aqid (orang yang akad), ma’qud alaih (barabg yang menjadi akad), ujrah (upah), dan zat akad (nafs al-akad), yaitu:
a.     Adanya keridaan dari kedua pihak yang akad
Syarat ini didasarkan pada firman Allah SWT yang artinya:
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu[287]; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
[287] Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.
Ijarah dapat dikategorikan jual beli, sebab mengandung unsure pertukaran harta.Syarat ini berkaitan dengan aqid.
b.     Ma’qud alaih bermanfaat dengan jelas
Adanya kejelasan pada maqud alaih (barang) menghilangan  pertentangan diantara aqid.
Di antara cara untuk mengetahui maqud alaih (barang) adalah dengan menjelaskan manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan jika ijarah atasa pekerjaan atau jasa seseorang
d.   Objek Ijarah
Objek ijarah adalah berupa barang modal yang memenuhi ketentuan, antara lain:
1.   objek ijarah merupakan milik dan/atau dalam penguasaan perusahaan pembiayaan sebagai pemberi sewa (muajjir);
2.   manfaat objek ijarah harus dapat dinilai;
3.   manfaat objek ijarah harus dapat diserahkan penyewa (musta’jir);
4.     pemanfaatan objek ijarah harus bersifat tidak dilarang secara syariah (tidak diharamkan);
5.     manfaat objek ijarah harus dapat ditentukan dengan jelas;
6.       spesifikasi objek ijarah harus dinyatakan dengan jelas, antara lain melalui identifikasi fisik, kelayakan, dan jangka waktu pemanfaatannya.
e.       Sifat dan Hukum akad Ijarah
1.       Sifat Ijarah
Menurut ulama Hanafiyah, ijarah adalah akad lazim yang didasarkan pada firman Alloh Swt : yang boleh dibatalkan. Pembatalan tersebut dikaitkan pada asalnya, bukan didasarkan pada pemenuhan akad.
Sebaliknya, jumhur ulama berpendapat bahwa ijarah adalah akad lazim yang tidak dapat dibatalkan, kecuali dengan adanya sesuatu yang merusak pemenuhanya, seperti hilangnya manfaat.Jumhur ulamapun mendasarkan pendapatkan pada ayat Al-Quran di atas.
Berdasarkan dua pandangan diatas, menurut ulama Hanafiyah, ijarah batal dengan meninggalnya salah seorang yang akad dan tidak dapat dialihkan kepada ahli waris.Adapun menurut jumhur ulama, ijarah tidak batal, tetapi berpindah kepada ahli warisnya,
2.       Hukum Ijarah
            Hukum ijarah sahih adalah tetapnya kemanfaatan bagi penyewa, dan tetapnya upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan ma’qud alaih, sebab ijarah termasuk jual beli pertkaran, hanya saja dengan kemanfaatan.
            Adapun hukum ijarah rusak, menurut ulama hanafiyah, jika penyewa telah mendapatkan manfaat tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari kesepakatan pada waktu akad
            Para ulama Fiqh berbeda pendapat tentang sifat akad ijarah, apakah bersifat mengikat kedua belah pihak atau tidak. Ulama Hanafiah berpendirian bahwa akad ijarah bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad, seperti contohnya salah satu pihak wafat atau kehilangan kecakapan bertindak hukum. Apabila salah seorang yang berakad meninggal dunia, akad ijarah batal karena manfaat tidak boleh diwariskan.
Akan tetapi, jumhur ulama mengatakan bahwa akad ijarah itu bersifat mengikat, kecuali ada cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan. Apabila seorang yang berakad meninggal dunia, manfaat dari akad ijarah boleh diwariskan karena termasuk harta dan kematian salah seorang pihak yang berakad tidak membatalkan akad ijarah.
f.    Upah dalam pekerjaan ibadah
Upah dalam perbuatan ibadah seperti shalat, puasa, haji dan membaca al-quran diperselisihkan kebolehanya oleh para ulama, karena berbeda cara pandang terhadap pekerjaan-pekerjaan ini.
Madzhab Hanafi berpendapat bahwa ijarah dalam perbuatan taat seperti menyewa orang lain untuk shalat, puasa, haji dan membaca al-quran yang pahalanya dihadiahkan kepada orang tertentu, seperti kepada arwah ibi bapak dari yang menyewa, azan, qomat dan menjadi imam, haram hukumnya megambil upah dari pekerjaan tersebut karena Rasululloh SAW bersabda “ Bacalah olehmu al-quran  dan jangan kamu cari makan dengan jalan itu.
Hal yang terjadi di beberapa Negara di Indonesia, apabila salah seorang muslim meninggal dunia, maka orang-orang yang di tinggal mati (keluarga) suka memerintah kepada para santri ata yang lainya yang pandai membaca al-quran dirumah atau di kuburan secara bergantian selama tujuh malam bila yang meninggal sudah dewasa dan ada pula bagi orang-orang tertentu mencapai empat puluh malam. Setelah selesai pembacaan al-qurabn pada waktu yang telah ditentukan mereka diberi upah, mereka diberi upah alakdarnya dari jasanya tesebut. Pekerjaan seperti ini batal menurut hokum islam karena yang membaca al-quran bila bertujuan untuk memperoleh harta maka tak ada pahalanya.
g.   Menyewakan barang sewaan
Mustajir dibolehkan menyewakan lagi barang sewaanya kepada orang lain dengan syarat penggunaan barang itu sesuai dengan syarat penggunaan yang dijanjikan ketika akad, seperti penyewaan seekor kerbau, ketika akad dinyatakan bahwa kerbau itu disewa untuk membajak di sawah, kemudian kerbau tersebut disewakan lagi dan timbul mustajir kedua, maka kerbau itu pun harus dugunakan untuk membajak pula.
Bila ada kerusakan pada benda yang disewa, maka yang bertanggun g jawab adalah pemilik barang (mu’jir) dengan syarat kecelakaan itu bukan akibat dari elalaian musta’jir.Bila kerusakan benda yang disewa akibat kelalaian musta’jir maka yang bertanggung jawab adalah murtajir itu senadiri, misalnya menyewa mobil, kemudian mobil itu hilang dicuri karena disimpan bukan pada tempat yang layak.
h.   Pembatalan dan berakhirnya Ijarah
Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan adnya faskh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati, kecuali bila didapati hal-hal yang mewajibkan fasakh.
Ijarah akan menjadi batal (fasakh) bila ada hal-hal sebagai berikut:
1.   Rusaknya barang yang di sewakan, seperti rumah menjadi runtuh dan sebagainya
2.   Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan menyewa
3.   Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan
4.   Rusaknya barang yang diupahkan, seperti baju yang diupahkan untuk dijahitkan
5.   Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salah satu pihak, seperti yang menyewa toko untuk dagang, kemudian daganganya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan sewaan itu.
i.     Pengembalian sewaan
Jika ijarah telah berakhir, penyewa berkewajiban mengembalikan baranmg sewaan, jika barang itu dapat dipindahkan, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya, dan jika bentuk barang sewaan adalah benda tetap, ia wajib menyerahkan kembali dalam keadaan kosong, jika barang sewaan itu tanah, ia wajib menyerahkan kepada pemiliknya dalam keadaan kosong dari tanaman, kecuali bila ada kesulitan untuk menghilangkannya.
Madzhab hanbali berpendapat bahwa ketika ijarah telah berakhir, penyewa harus melepaskan barang sewaan dan tidak ada kemestian mengembalikan untuk menyerahterimakan, seperti barang titipan.
2.   Dasar Hukum Ijarah
a.    Al-Quran
Allah swt berfirman :

Artinya :“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu, maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (QS Ath-Thaalaq: 6).

Artinya :“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata, Ya Bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang peling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS Al-Qashash: 26).


artinya :“Kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidr menegakkan dinding itu, Musa berkata, Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu.” (QS Al-Kahfi: 77).
b.   As-Sunnah

o  Dari Aisyah ra, dia berkata “Nabi saw bersama Abu Bakar ra pernah mengupah seorang laki-laki dari Bani Dail sebagai penunjuk jalan yang mahir. Al-Khirrit ialah penunjuk jalan yang mahir.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 1409 dan Fathul Bari IV: 442 no: 2263).
o  Hadis riwayat Abd.Razaq dari Abu Hurairah, bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabda:
Artinya : Barangsiapa yang mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.
Hadis riwayat Abu Dawud dari Saad bin Abi Waqqash, bahwa Nabi Muhammad saw.
Bersabada :
Artinya: Kami pernah menyewakan tanah dengan (bayaran)hasilpertaniannya, maka Rasulullah melarang kami melakukan hal tersebut dan memerintahkan agar kami menyewakannya dengan emasdan perak
Hadis riwayat Tirmizi dari Amr bin Auf, bahwa Nabi Muhammad saw. Bersabada :
Artinya : Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan
c. Menurut Ijma Ulama
Ijma ulama tentang kebolehan melakukan akad sewa menyewa.
Kaidah fiqh
Artinya : Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
Kaidah fiqh
Artinya: Menghindarkan mafsadat (kerusakan/bahaya) harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.

d. Fatwa DSN MUI
FATWA DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang PEMBIAYAAN IJARAH




Jumat, 26 Maret 2010 15:34
Ketentuan hukum dalamFATWA DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/2000 Tentang PEMBIAYAAN  IJARAH
ini adalah sebagai berikut :
Pertama                   :    Rukun dan Syarat Ijarah:
1.    Sighat Ijarah, yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berakad (berkontrak), baik secara verbal atau dalam bentuk lain.
2.    Pihak-pihak yang berakad: terdiri atas pemberi sewa/pemberi jasa dan penyewa/pengguna jasa.
3.    Obyek akad ijarah adalah :
a. manfaat barang dan sewa; atau
b. manfaat jasa dan upah.
Kedua                      :    Ketentuan Obyek Ijarah:
1.    Obyek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan/atau jasa.
2.    Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3.    Manfaat barang atau jasa harus yang bersifat dibolehkan (tidak diharamkan).
4.    Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syari’ah.
5.    Manfaat harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6.    Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas, termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7.    Sewa atau upah adalah sesuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli dapat pula dijadikan sewa atau upah dalam Ijarah.
8.    Pembayaran sewa atau upah boleh berbentuk jasa (manfaat lain) dari jenis yang sama dengan obyek kontrak.
9.    Kelenturan (flexibility) dalam menentukan sewa atau upah dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Ketiga                      :    Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
1.    Kewajiban LKS sebagai pemberi manfaat barang atau jasa:
a.    Menyediakan barang yang disewakan atau jasa yang diberikan
b.    Menanggung biaya pemeliharaan barang.
c.    Menjamin bila terdapat cacat pada barang yang disewakan.
2.    Kewajiban nasabah sebagai penerima manfaat barang atau jasa:
a.    Membayar sewa atau upah dan bertanggung jawab untuk menjaga keutuhan barang serta menggunakannya sesuai kontrak.
b.    Menanggung biaya pemeliharaan barang yang sifatnya ringan (tidak materiil).
c.    Jika barang yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penerima manfaat dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.
Keempat                  :    Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.



3.     Aplikasi akad Ijarah
a.     Ijarah Bai Ut Takriji
            Ijarah Bai Ut Takjiri adalah pembiayaan berdasarkan prinsip sewa beli.Pembiayaan ini sesuai untuk Anda yang menginginkan tambahan asset yang diperoleh melalui sewa yang pada akhirnya bertujuan untuk pengalihan kepemilikan asset tersebut kepada Anda.
Pembiayaan Ijarah
Dalam produk ijarah akan ditawarkan 2 (dua) jenis produk yang sangat cocok dengan kebutuhan msayarakat saat ini yaitu:
- Ijarah Bai Ut Takjiri - Ijarah Musyarakah Muntanaqisah.
Ijarah Bai Ut Takjiri
Produk Ijarah ini, suatu kontrak sewa yang diakhiri dengan penjualan. Produk ini ditawarkan untuk memberikan pelayanan kepada nasabah yang memerlukan asset yang diperoleh melalui sewa yang pada akhirnya bertujuan untuk pemindahan kepemilikan asset tersebut kepada penyewa, yang lebih dikenal sebagai "Ijarah Muntahia Bittamliik/ Ijarah Wa Iqtina". Yang pada intinya produk ini adalah dengan prinsip sewa beli, dimana harga sewa dan harga beli ditetapkan bersama diawal perjanjian.
SKEMA PEMBIAYAAN IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIIK
1.     Nasabah memesan untuk menyewa barang kepada Bank.
2.     Bank membeli dan membayar barang kepada Supplier.
3.     Supplier mengirim barang kepada Nasabah.
4.     Nasabah membayar sewa kepada Bank.
5.     Masa sewa diakhiri dengan nasabah membeli barang tersebut.
b. Ijarah Musyarakah Muntanaqisah
            Dalam produk ini ditawarkan kepada nasabah yang ingin memiliki suatu asset dengan jalan membayar secara bertahap. Oleh karena yang bersangkutan hanya memiliki dana sebagian, maka ditempuh dengan jalan bermusyarakah dengan Bank.
            Disepakati antara Bank dengan nasabah untuk berkongsi dengan menyertakan modal masing-masing sesuai dengan yang disepakati untuk membeli suatu asset.Asset tersebut kemudian disewakan kepada nasabah dengan harga sewa yang disepakati. Oleh karena pihak nasabah bermaksud memiliki asset tersebut pada akhir sewa maka nasabah tidak mengambil bagian dari uang sewa tersebut dan seluruhnya diserahkan kepada Bank sebagai upaya penambahan modal miliknya, dengan demikian semakin banyak angsuran semakin bertambah modal nasabah dan semakin berkurang modal Bank sampai modal bank menjadi Nol/nihil sehingga asset tersebut menjadi milik nasabah.
Produk ini akan diaplikasikan kepada pembiayaan kepemilikan rumah (sebagai alternatif dari KPR).
4.     Kesimpulan
Ijarah merupakan penjualan manfaat yaitu pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dan jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Lembaga keuangan perbankan lebih banyak menggunakan ijarah al-muntahia bittamlik lantaran lebih sederhana dari sisi pembukuan.Selain itu, bank tidak direpotkan untuk mengurus aset.
Letak perbedaan antara ijarah, leasing dan murabahah adalah terletak pada objek transaksinya.Ijarah objek transaksinya adalah berupa jasa, sedangkan leasing dan murabahah objeknya adalah berupa barang.
Ijarah Muntahiya Bi al-Tamlik (IMBT) adalah kepemilikan suatu manfaat (jasa) berupa barang yang jelas dalam tempo waktu yang jelas, diikuti dengan adanya pemberian kepemilikan suatu barang yang bersifat khusus dengan adanya ganti yang jelas.
 
  








No comments:

Post a Comment